Cari di sini, Bos

Kamis, 28 Maret 2013

Harry Potter 4


Harry tidak masuk kantor, badannya sedikit tidak enak hari ini. Seluruh tubuhnya pegal-pegal, mulai dari leher, punggung, sampai kedua kaki. Mungkin ini cuma flu atau masuk angin biasa, jadi Harry memutuskan tidak perlu ke dokter. Cukup istirahat di rumah saja. Tiduran sambil membaca berkas-berkas pekerjaannya.

”Oh, kukira kamu ke kantor.” seru Fleur kaget. Dia masuk ke kamar Harry untuk membersihkan seperti biasanya. Fleur langsung menutup pintu kembali dan keluar.

”Eh, tidak apa-apa, bersihkan saja.” Harry memanggil kakak iparnya itu.

”Kamu sakit?” tanya Fleur saat masuk kembali ke dalam kamar.

”Emm, cuma pegal sedikit. Sepertinya masuk angin.” jawab Harry.

 Fleur mulai menyapu, kemudian mengepel. Ketika dia membungkuk-bungkuk mengepel itulah, Harry tanpa sengaja melihat belahan dadanya dari leher T-shirt Fleur yang rendah. Kesan pertama : bulat dan putih. Wah, pemandangan yang sangat menarik, pikir Harry.Tak ada salahnya menikmati pemandangan indah ini mumpung Ginny sedang tidak ada di rumah. Belahan dada itu terlihat bulat dan mantap. Dan lagi, putihnya minta ampun. Uh, sangat menggairahkan.

Harry yang mulai terangsang menikmati guncangan sepasang bola kembar besar itu, menggeleng dengan cepat. Tidak, dia tidak boleh tergoda. Ingat, Fleur adalah istri Bill, kakak iparnya.

”Mau dikerokin?” tawar Fleur saat melihat muka Harry yang pucat menatapnya.

Harry kaget mendengar tawaran itu. Dia yang sedang asyik memperhatikan belahan payudara Fleur, menjawab gelagapan. ”Ehm, K-kerokan? Aku nggak biasa. Kalo pegal-pegal begini biasanya aku dipijat.” Memang, Harry suka meminta Ginny untuk memijatnya kalau dia sudah merasa kecapekan. Tapi karena sudah 3 hari ini Ginny mengerjakan tugas khusus dari kementerian dan harus menginap di luar kota, jadilah Harry masuk angin dan flu. Baru nanti malam, istrinya yang cantik itu pulang.

”Oo begitu. Tak kukira Ginny ternyata pintar mijat juga.” sahut Fleur. ”Tapi kan dia baru pulang 2 hari lagi,” lanjutnya sambil kembali mengepel.

Harry tidak menjawab karena kini dia kembali asyik menikmati guncangan bukit kembar Fleur. Dan bahkan masih ada lagi, meski Fleur agak gemuk sehabis melahirkan, tapi badannya berbentuk sempurna. Dari atas lebar, turun ke pinggang menyempit, terus turun lagi ke pinggul melebar. Hmm, sungguh tubuh yang amat ideal.

”Nanti kalo kerjaanku sudah beres, kamu mau kupijitin?” tawar Fleur.  

”Hah?” Harry tak habis mengerti. Berani benar dia, menawarinya untuk dipijit? Tapi melihat wajahnya yang serius, jelas tak ada maksud lain selain memang ingin membantu Harry.

”Apa kamu bisa?” tanya Harry.

”Aku sering memijat Bill yang kecapekan setelah bekerja di peternakan.” Fleur menjawab.

”Hmm, boleh juga kalo begitu.” Harry mengangguk. Sebenarnya dia ingin melihat tubuh Fleur lebih lama lagi, tapi perempuan itu telah menyelesaikan pekerjaannya dan kini keluar dari kamar.

Harry tampak berpikir, menimbang-nimbang. Dia memang senang dipijit, baik oleh Ginny maupun oleh Ron setelah mereka latih tanding. Tapi bagaimana kalau Ginny tahu dia dipijat oleh Fleur, Harry tidak bisa membayangkannya. Tapi dia sudah bertekad akan menerima tawaran Fleur, toh nanti dia bisa berpesan pada Fleur untuk tidak bilang-bilang pada Ginny.

OK, jalan keluar sudah ditemukan.

***

”Mau dipijat sekarang?” Fleur bertanya saat ia membawa minuman ke kamar Harry. Jam di dinding menunjukkan pukul 12 siang.

”Kerjaan kamu sudah beres?” tanya Harry. Kembali matanya menjelajahi tubuh Fleur yang aduhai.

”Belum sih,” Fleur menggeleng. ”Mau seterika tapi jemuran belum kering.”

Harry sebenarnya sudah tak tahan untuk dipijat sekarang, tapi Bill sedang ada di rumah untuk makan siang. Harry takut Bill akan memergokinya saat sedang dipijat oleh Fleur. Jadi ...

”Nanti saja. Sekitar jam dua.” sahutnya. Pada jam itu, Bill sudah kembali ke peternakan, dan masih cukup waktu sebelum penghuni rumah yang lain pulang pada pukul lima sore.

***

Sekitar pukul dua lewat seperempat, Fleur mengetuk pintu kamar Harry.

”Masuk,” Harry mempersilakan.

Fleur membuka pintu. ”Kamu punya lotion?” tanyanya sambil melangkah masuk.

”Ada di situ.” Harry menunjuk meja rias Ginny yang ada di pojokan kamar. Saat Fleur mengambilnya, dia membalikkan tubuh dan telungkup, siap untuk dipijat.

”Lepas bajumu biar tidak kotor.” Fleur mendekatinya.

Harry segera mencopot bajunya. Dengan hanya berbalut selimut, dia kembali berbaring. Fleur mulai mengurut punggungnya. Hmm, rasanya sungguh nikmat. Dia memang pintar memijat. Dengan lotion dia mengurut tubuh Harry mulai dari pinggang sampai punggung. Fleur seperti tahu persis susunan otot-otot di tubuh Harry yang sakit. Sepertinya dia sudah pengalaman memijat.

”Ehmhhh... Kamu nggak capek?” Harry bertanya di sela-sela desahannya.

”Tidak, tubuhmu lebih kurus daripada Bill.” Fleur menekan tulang belikat Harry. ”Sama sekali bukan masalah buatku.”

”Uh, pijatanmu enak. Boleh aku minta tiap hari?” Harry bertanya.

”Jangan. Tidak baik pijat setiap hari. Seminggu sekali saja... atau pas lagi capek.” Fleur terus memijat.

Lalu hening lagi. Harry tampak asyik menikmati pijatan Fleur pada punggungnya.

”Punggungmu sudah. Sekarang ganti kaki.” kata Fleur.

”Hmm, boleh.” Harry mengangguk. ”Tapi jangan ke atas ya, aku suka nggak tahan. Geli.”

Tidak menjawab, Fleur menyingkap selimut Harry sampai selutut, lalu mulai
memencet-mencet telapak kakinya. ”Sebenarnya, pijat itu sebaiknya dimulai dari kaki dulu, baru ke atas.” terang Fleur.

”Kenapa tadi nggak begitu?” tanya Harry.

”Kan tadi kamu mengeluh punggungmu yang sakit.” sahut Fleur sambil tangannya naik ke betis Harry dan mengurutnya dari pergelangan kaki sampai lutut, selesai yang kiri, pindah yang kanan.

Harry yang menikmati pijitan Fleur pun terdiam, tidak bertanya lagi.

Selesai dengan betis, Fleur menyingkap selimut Harry lebih ke atas lagi dan mulai memijat paha belakang pemuda itu. Harry yang masih telungkup, mendesah kegelian. Burungnya yang berusaha ia sembunyikan dari tadi, perlahan mulai bereaksi. Benda itu membesar. Harry yakin, Fleur sudah tahu bahwa dia tidak memakai celana dalam saat ini. Meskipun selimut masih menutupi pantatnya, tapi dalam posisi begini, terbuka sampai ke pangkal paha, paling tidak buah zakar Harry akan terlihat. Tapi Fleur terlihat wajar-wajar saja, dia masih terus mengurut dan memijat, tak terlihat kaget sama sekali. Bahkan dia sekarang memencet-mencet pantat Harry yang terbuka.

”Bill pasti sangat menikmati pijatanmu, ya?” tanya Harry.

”Tidak cuma menikmati, dia bahkan sering minta lebih.” terang Fleur.

”Minta lebih, maksudnya?” Harry tidak mengerti.

”Yah kalau dia sudah telanjur bernafsu, terpaksa kukocok.” kata Fleur terus terang tanpa rasa malu sedikitpun.

Di bawahnya, Harry yang mendengar langsung bersemu merah. Membayangkan Fleur mengocok penis Bill membuatnya jadi semakin bergairah.  

”Jangan dibayangkan ya, nanti kamu jadi kepingin.” celetuk Fleur sambil  mengendurkan otot-otot pantat Harry dengan menekan dan mengguncangnya, membuat penis Harry jadi semakin terjepit.

”Uhh,” Harry melenguh keenakan.

”Sekali-sekali, minta juga Ginny untuk mengurut penismu. Itu bisa memperlancar aliran darah biar kamu tidak cepat impoten.” Fleur menyarankan. ”jangan cuma dimasukin vagina terus.!” tambahnya.

Harry mengangguk. ”Nanti aku akan bilang padanya. Tapi sepertinya, dia tidak akan mau.”

”Kenapa begitu?” Fleur heran. Tangannya masih terus memijat pantat Harry.

”Ginny suka jijik, lihat burungku saja dia tidak mau.” Harry mengatakan rahasia istrinya.

Fleur tertawa, ”Kasihan deh kamu.”

Harry ikut tertawa. ”Mau tolongin nggak?” dia bertanya.

”Tolong apa?” Fleur menatapnya.

”K-kocokin... b-burungku.” Harry tergagap, takut Fleur marah dan memukulnya.

Tapi di luar dugaan, wanita cantik itu cuma tersenyum. ”Kita lihat saja nanti.” ujarnya. ”Berbaliklah, kupijit bagian depanmu!”

Dengan malu-malu, Harry memutar tubuhnya. Penisnya yang sudah menegang dahsyat, terlihat menyundul tinggi dari balik selimutnya.  Fleur meliriknya sekilas sebelum mulai mengurut kaki Harry. Ekspresinya tak berubah. Biasa saja. Sepertinya dia memang sudah biasa melihat ‘perangkat’ lelaki.

”Selain aku dan Bill, siapa lagi yang pernah merasakan pijitanmu?” tanya Harry sambil menahan geli.

Tangan Fleur sudah sampai di pahanya. Kedua telapak tangan wanita itu membentuk lingkaran yang pas di pahanya, lalu digerakkan mulai dari atas lutut sampai ke pangkal paha, begitu berulang-ulang. Terasa jelas beberapa kali jari-jarinya menyentuh pelir Harry yang membuat penis pemuda itu jadi makin tegak mengencang. Apalagi gerakan mengurut paha itu membuat Fleur harus membungkuk sehingga Harry bisa makin jelas melihat belahan dadanya dan sebagian payudaranya yang putih. Bahkan sampai guratan-guratan tipis kehijauan pembuluh darahnya pun nampak.

Harry harus berusaha keras menahan diri agar tak hilang kendali lalu menggumuli kakak iparnya yang cantik ini. Walaupun sudah ’tinggi’ begini, dia  tak akan sampai hati memperkosa Fleur. Entah kalau wanita itu yang meminta, itu urusan lain, hehe... Harry terkekeh dalam hati.

”Tidak ada,” Fleur menyahut. ”Aku tidak sembarangan mengobral pijatanku.” dia sudah selesai mengurut paha kanan, dan kini pindah ke paha kiri.

Mungkin karena posisi tubuhnya, sepertinya kali ini pelir Harry jadi lebih sering tersentuh dan terusap. Terasa sekali kalau lengan Fleur ternyata banyak ditumbuhi bulu-bulu halus, membuat Harry jadi makin tegang saja. Penisnya sudah tegang maksimum, siap untuk digunakan. Tapi Harry tetap berusaha bertahan untuk tidak lepas kontrol.

Saat itulah...

Tiba-tiba muncul ide nakal di kepala Harry. Dengan menggerakkan pinggul dan kakinya, dia diam-diam menarik selimutnya seolah-olah tak sengaja hingga benda itu merosot ke samping. Kini Harry telanjang sepenuhnya. Batang kelaminnya yang sudah tegang tampak terbuka lebar. Pura-pura tidak tahu, Harry membiarkan benda itu mendongak dan mengacung menantang Fleur. Tapi dasar, reaksi Fleur tidak seperti yang diharapkannya. Wanita itu hanya melihat sekilas, lalu kembali asyik mengurut dan memijat. Dia membiarkan penis Harry terkatung-katung tanpa diapa-apain.

”Enak ya Bill, bisa  merasakan kocokanmu tiap hari.” Harry berusaha memancing.

”Sebenarnya bukan ngocok, tapi mengurut supaya aliran darahnya lancar, tapi kalau Bill sudah nggak tahan, ya sekalian aja dikocok.” sahut Fleur seperti mengiming-imingi Harry.

‘Ah, pengin juga punyaku diurut, supaya lancar. Terus dikocok, supaya segar.’ batin Harry dalam hati.

“Kamu ngocoknya selalu sampai keluar?” dia bertanya lagi.

”Ya iya lah.” sahut Fleur. “Lagian, cuma sebentar kok.”

“Oh iya?” Harry tertarik.

“Ehm, kadang juga lama sih, tapi biasanya 2- 3 menit sudah keluar. Malah pernah sudah keluar duluan sebelum kuurut, cuma kusentuh-sentuh aja.” terang Fleur.

“Kok bisa?” Harry jadi makin penasaran.

“Itu waktu Bill lagi nafsu banget.” Fleur mulai bercerita. ”Aku ngurut sambil telanjang, dan Bill kubiarkan megang-megang dada dan pantatku. Saat aku mengurut perutnya, nggak sengaja aku nyenggol-nyenggol burungnya yang udah tegang. Eh, tahu-tahu jariku kesiram spermanya.”

”Haha, bisa sampe gitu?” Harry tertawa. Tapi  Bill nggak salah juga sih, melihat dia yang berpakaian lengkap begini saja, sudah membuat Harry pengen moncrot, apalagi kalau telanjang.

“Ada lagi yang lucu.” Fleur tersenyum. ”Bill pernah keluar bahkan sebelum kusentuh,” celetuknya.

“Ah, benarkah?”

“Itu setelah Bill lama nggak dapat jatah karena aku mens. Jadi begitu kupijat, dia langsung moncrot dan membasahi sprei.” Fleur terkikik. “Kamu ini termasuk kuat lho, lama nggak ketemu Ginny tapi masih bisa tahan.” Tambahnya.

Harry tersenyum bangga. Tapi senyumnya langsung berubah jadi dengus kekecewaan saat dengan dinginnya Fleur menutup kembali kelaminnya dengan selimut dan berujar, “Ayo, sekarang atasnya,”

Dia lebih mendekat, berdiri di samping kiri perut Harry dan mulai memijat. Bulu-bulu di lengan Fleur makin jelas kelihatan, lumayan panjang, halus, dan berbaris rapi, membuat Harry jadi makin terangsang. Kedua tangan Harry yang bebas mengambil kesempatan. Pura-pura tak sengaja, dia menyentuh pantat Fleur yang terlihat begitu menonjol ke belakang. Dengan tangan kirinya, Harry mengelus benda itu.

’Uh, padat banget,” dia membatin dalam hati.

Fleur masih tidak bereaksi. Harry jadi semakin berani. Tanganku kian nakal. Kali ini dia sudah tidak menyentuh lagi, tapi sudah meremas-remas kedua bulatan indah itu. Fleur tidak protes, tapi dengan lihainya, dia menghindar dengan sedikit menjauhkan pantatnya.Harry segera tahu diri, Fleur tidak mau disentuh.

”Sekarang tanganmu, mana?” Fleur tetap tersenyum.

Harry cukup lega, berarti wanita itu tidak marah. Dia memberikan tangannya dan membiarkan Fleur mengurutnya. Ketika memijit lengan atas, tanpa diduga, telapak tangan Harry tepat berada di wilayah dada Fleur. Sambil menahan nafas, Harry sekali lagi memanfaatkannya. Pura-pura tak sengaja, dia menyentuh bukit indah itu. Harry mengelus yang sebelah kanan. Uh, bukan main padatnya. Payudaranya Ginny saja tidak sampai seperti ini. Harry sampai bergetar dibuatnya. Meski penasaran, Harry tidak berani melanjutkan aksinya. Ada rasa tidak enak, takut Fleur akan menolaknya lagi. Biarlah seperti ini saja, cukup menggesek-gesek, tanpa memijit atau pun memegang, apalagi sampai meremas-remas.

Kedua tangan Harry selesai diurut. Fleur menyibak selimut yang menutupi perut Harry, membuat penisnya yang tegang terbuka sekali lagi. Benda itu masih tetap membengkak dan menjulang, bahkan terlihat semakin besar. Tapi Fleur seperti tidak tertarik. Dia melirik sekilas dan dengan perlahan mulai mengurut perut Harry.

”Kalau perut tidak boleh kuat-kuat.” terang Fleur. Memang, dia lebih mirip mengusap daripada memijat. Hal ini makin menambah daya rangsang Harry. Apalagi saat melakukannya, beberapa kali jari Fleur menyentuh penisnya meski secara tidak langsung, cuma menyenggol-nyenggol saja, tapi itu sudah cukup membuat cairan precum Harry mengalir keluar.

”Yak, selesai.” seru Fleur begitu selesai mengurut perut.

”Ah,” Harry mendesah kecewa. Dia sudah begitu terangsang sekarang, tanggung kalau tidak diteruskan. Dia ingin Fleur mengurut penisnya seperti yang biasa dia lakukan pada Bill.

”Ehm, soal yang tadi...” Harry berkata setengah ragu, suaranya agak serak.

”Ya, apa?” Fleur bertanya, tampak tidak terpengaruh sama sekali meski di depannya ada Harry yang berbaring telanjang dengan penis tegak mendongak.

”Penisku... n-nggak diurut sekalian?” Harry terbata.

”Ah, nggak perlu. Punyamu masih bagus, masih sip.” sahut Fleur.

”Tahu dari mana?” Harry bertanya.

”Itu, tegangnya masih bagus.” jawab Fleur sambil menunjuk penis Harry yang sudah membengkak tak karuan. Ekspresi wajahnya biasa-biasa saja, tampak polos, wajar, padahal dia bicara tentang sesuatu yang amat sensitif dan rahasia.

Dan belum selesai Harry terkaget-kaget, dia makin terguncang sekaligus senang saat Fleur meraih penisnya dan menggenggamnya!
”Lihat, begitu kaku dan keras.” bisik Fleur.

”Ah, masa?” Harry mendesah.

”Benar. Ginny pasti puas banget punya batang seperti ini.” tebak Fleur. Dan itu memang benar, setahun menikah dengan Ginny, penis Harry tidak pernah ngambek saat ingin digunakan.

”Apa penis Bill tidak seperti punyaku?” Harry bertanya dengan mata merem melek karena saat itu Fleur tengah mengusap-usap ujung penisnya.

”Emm, punya Bill juga besar. Tapi karena badannya kekar, jadi tidak begitu kelihatan. Lha kamu, badanmu kurus tapi penismu begitu besar, kelihatannya jadi luar biasa.” jawab Fleur.

”K-kamu mau kan... m-mengurut punyaku?” Harry bertanya lagi.

Fleur tersenyum. ”Aku sih mau-mau saja, tapi aku tidak enak sama Ginny. Biar nanti Ginny aja kuajari caranya agar dia bisa mengurut penismu.” dia menolak dengan halus.

”Tidak,” Harry terus memaksa, ”Ginny tidak perlu tahu hal ini. Aku ingin kamu yang mengurut penisku.”

”Emm, gimana ya?” Fleur tampak berpikir. ”Aku tidak mau mengganggu milik Ginny. Tidak enak rasanya, dia kan adikku sendiri.”

”Ah, siapa bilang mengganggu?” sahut Harry. ”Justru kamu malah membantunya. Ini kan untuk kepuasan Ginny juga.” terangnya.

Fleur terdiam, sepertinya mulai termakan oleh rayuan maut Harry.

”Ayolah, sebentar saja. Sampai aku keluar.” bisik Harry sekali lagi.

Fleur akhirnya mengangguk. ”Janji ya, cuma sebentar.” dia menuangkan lotion ke telapak tangan dan mulai mengurut.

”Pasti.” Harry mengiyakan.

Fleur menjamah paha Harry bagian dalam yang dekat-dekat kelamin dan mengurut disana. Secara perlahan, tangannya terus bergerak, merambat menuju kantung buah pelir dan menggenggam serta mengusap-usapnya lembut. Tentu saja itu membuat Harry merintih keenakan. Apalagi ketika tangan Fleur bergerak ke atas, kearah batangnya, dan dengan kedua tangan, mengocoknya bergantian.

”Ah, sedapnya!” Harry mendesis.

Dengan telunjuk dan ibu jari, Fleur memencet batang penis Harry, mulai dari pangkal sampai ke ujungnya. Gerakannya bergantian antara mengurut dan memencet. Proses itu diulangnya lagi berulang-ulang, mulai dari mengurut paha, biji pelir, batang, dan seterusnya.

Begitu dirasa cukup, Fleur melanjutkan dengan gerakan urut naik-turun. Kalo gerakan ini sih lebih mirip mengocok daripada mengurut. Tapi Harry tidak memprotes karena gerakan ini terasa begitu nikmat. Enak campur geli-geli sedikit. Fleur memencet lagi dengan dua jari, lalu mengurut lagi, dilanjutkan dengan mengocok pelan, bahkan terkadang kocokannya menjadi begitu cepat hingga perlahan namun pasti, Harry mulai tersengal mendekati orgasmenya. Fleur benar-benar lihai merangsang kelaminnya. Beberapa kocokan lagi, dia bisa sampai di puncak kenikmatannya.

Tapi...

”Sudah ah,” Fleur menarik tangannya. ”Nanti keterusan.” dia mengelap tangannya yang basah dengan ujung roknya.

”Ah,” Harry mendesah kecewa. Mukanya sudah merah padam karena menahan gairah. ”Lanjutkan dong, aku sudah hampir…” dia menghiba.

Fleur menggeleng. ”Simpan aja buat Ginny kalo pulang.”

“Tapi itu masih lama?” Harry memprotes.

“Enak kan, biar makin banyak.” Fleur tertawa.

”Tapi aku pengennya sekarang. Apa kamu tega meninggalkanku dalam kondisi seperti ini?” rayu Harry.

”Kenapa tidak?” Fleur menarik selimut dan menutup penis Harry. ”Sudah ah, aku mau masak dulu.” dia berdiri dan beranjak meninggalkan kamar.

Dengan perasaan dongkol, Harry terpaksa merelakan kepergian Fleur. ”Ehm, kalau begitu, makasih ya. Meski tidak sampai puas, tapi aku jadi segar.” ujarnya.

Fleur menoleh dan tersenyum, ”Sama-sama.” balasnya. ”Ginny beruntung memilikimu.”

Harry melihat jam dinding, pukul lima kurang seperempat. Terdengar suara Bill dan Ron yang baru pulang dan ribut di ruang bawah. Tak terasa, Fleur sudah memijatnya selama dua setengah jam. Sebentar lagi, Ginny akan datang. Harry cepat-cepat mandi untuk menghilangkan bau lotion yang menempel di seluruh tubuhnya. Dia tidak mau Ginny jadi curiga dan bertanya macam-macam.

Jam delapan, Ginny sampai di rumah. Dia terheran-heran ketika sedang mengganti baju dan Harry menyerbunya dari belakang.

”Auw, tumben kamu seperti ini?” Ginny melenguh saat Harry mengecup lehernya.

”Habis, sudah lama nggak ketemu, jadinya pengen banget.” sahut Harry sambil meremas-remas payudara Ginny yang tidak begitu besar. Mau tidak mau, dia membandingkannya dengan punya Fleur. Sangat jauh bedanya, tapi tidak apa, daripada tidak ada sama sekali. Yang penting Harry bisa melampiaskan nafsunya yang sedang menggebu-gebu.

Tahu kalo suaminya lagi pengen banget, Ginny segera melepas celana dalamnya dan cepat berbaring di ranjang dengan posisi badan telentang, siap menerima serangan apapun dari Harry. Menindihnya dari atas, Harry pun masuk dan menggoyang. Dia memompa naik turun, atas bawah, putar-putar kiri kanan, melenguh dan melayang, kemudian menyemprot dan kejang-kejang, lalu ambruk dengan penis menetes-netes penuh sperma.

”Ah,” Harry melenguh. Puas rasanya meski tidak sepenuhnya. Selama menggoyang tadi, dia membayangkan sedang menyetubuhi Fleur, bukan Ginny. ’Maafkan aku, Ginny.” Harry berucap dalam hati.

***

Sejak Fleur memijatnya kemarin, Harry jadi makin memperhatikannya. Padahal sebelumnya hal ini tak pernah dia lakukan. Seperti waktu Fleur menyapu lantai di pagi hari, terkadang tubuhnya agak membungkuk untuk menjangkau debu di bawah sofa, Harry tidak akan melewatkan untuk menikmati bulatan buah dada putihnya. Atau kala Fleur sedang naik tangga untuk mengambil jemuran, Harry akan dengan senang hati menikmati betis dan paha mulusnya. Paling menyenangkan kalau memperhatikan Fleur yang mengepel lantai, makin banyak bagian dari buah dadanya yang bisa dinikmati oleh Harry, apalagi kalau dia memakai baju yang berbelahan dada rendah. Wuh, perempuan jadi seperti setengah telanjang Tentu saja sebelum melakukan itu, Harry harus memeriksa situasi dulu, memastikan Ginny atau Bill sedang tidak ada di rumah.

Dan keberuntungannya datang ketika suatu hari Harry terpaksa pulang lagi ke rumah karena ada berkas kantor yang ketinggalan. Waktu itu sekitar jam sepuluh pagi. Dengan tergesa-gesa, dia mengetok pintu rumah, tapi tidak ada yang menyahut. Fleur pasti sedang berada di belakang. Harry memutar handle, ternyata pintu tidak dikunci. Dia pun masuk. Di dalam sepi, Harry langsung menuju ke belakang. Maksudnya untuk memperingatkan Fleur tentang kecerobohannya tak mengunci pintu depan. Tapi sampai di belakang, ternyata tidak ada seorangpun. Ke mana Fleur?

Harry bergegas kembali ke ruang tengah. Saat itulah Fleur muncul dari kamar mandi. Harry berniat menegurnya, tapi langsung urung begitu manyadari Fleur keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalut handuk yang tak begitu lebar. Buah dadanya yang besar seakan tumpah. Lebih dari separuh daging bulat itu tak tertutup handuk. Puting ke bawah saja yang tersembunyi. Sisanya, tampak jelas di mata Harry.
Di bawah, seluruh pahanya tampak! Terlihat begitu menggiurkan. Handuk sempit itu hanya sanggup menutup sampai pangkal pahanya saja. Harry segera mengambil posisi yang aman untuk mengintip. Dia bersembunyi di balik pintu belakang. Kacanya yang gelap akan menghalangi pandangan Fleur ke dalam. Harry pasti aman.

Dengan masih memakai handuk, Fleur beres-beres berbagai peralatan makan. Biasanya dia tidak pernah begini, mungkin karena biasanya memang selalu banyak orang. Saat sendirian, dia ternyata jadi lebih berani. Yang membuat jantung Harry seperti berhenti berdetak adalah... dengan posisi masih membelakangi, Fleur membungkuk untuk mengambil sesuatu di dalam ember. Seluruh pantatnya kelihatan, bahkan Harry bisa melihat kelaminnya dengan jelas, meski cuma sekilas, tapi itu sudah cukup membuat Harry lupa bernafas.

Tak hanya itu saja. Setelah selesai berberes, Fleur melangkah memasuki kamarnya. Sebelum masuk kamar inilah yang membuat hidung Harry langsung mimisan. Fleur melepas handuknya dan menjemurnya begitu saja, membiarkan tubuhnya yang sintal polos telanjang bulat! Harry menikmati tubuh mulus nan indah itu tanpa berkedip. Bulatan buah dada terlihat begitu menggiurkan, bulat besar dengan puting mungil yang mencuat kemerahan. Kulit tubuhnya tampak begitu bersih, dengan bentuk tubuh yang sangat bagus, mendekati sempurna, kalau saja perutnya tidak sedikit gemuk akibat hamil dan melahirkan.

Dengan dada besar, pinggang menyempit, pinggul melebar dan pantat bulat menonjol ke belakang, Fleur terlihat bagai bidadari dimata Harry. Saat Fleur melangkah masuk ke kamarnya, selama sepersekian detik, Harry sempat melihat bulu-bulu halus di selangkangan wanita itu. Wow, ternyata cukup lebat juga.

Harry tegang. Dia terangsang hebat. Rasanya Harry terpaksa harus melanggar janjinya  sendiri untuk tidak meniduri kakak iparnya ini. Sekarang adalah kesempatan baik. Tidak ada siapapun di rumah. Harry tinggal masuk ke kamar Fleur dan menyalurkan hasratnya.

Gemetar karena takut ketahuan, Harry melambaikan tongkatnya untuk  mengunci pintu depan. Dengan langkah teredam dia menuju kamar Fleur. Harry bertekad, dia harus berhasil menyetubuhi kakak iparnya yang bahenol itu saat ini. Tapi sebelum menerobos masuk, Harry jadi ragu. Bagaimana kalau Fleur nanti melawan dan menolak? Kemarin saja dia menolak meneruskan mengocok penis Harry sampai keluar. Apakah sekarang Fleur akan membiarkan Harry memasuki vaginanya? Fleur begitu menjaga perasaan Ginny, bahkan hanya untuk mengonani Harry saja dia tidak mau, apalagi bersetubuh, Fleur pasti akan menolak mentah-mentah. Harry menimbang-nimbang. Rasanya Fleur memang tidak akan mau. Lagipula, apakah Harry harus melanggar janjinya sendiri untuk tidak memperkosa kakak iparnya hanya karena terangsang oleh tubuh polosnya? Tidak, Harry tidak akan melakukan itu, meski sekarang dia sudah sangat terangsang.

Ah, sudahlah. Harry akan bersabar menunggu hingga Senin depan, saat Fleur berjanji untuk memijatnya lagi. Mungkin saat itu Harry bisa merayunya sehingga Fleur akan dengan ikhlas dan senang hati memberikan tubuhnya. Terpaksa, untuk menyalurkan gairahnya yang sudah sangat menggelora, Harry mengontak  Cho Chang, mantan pacarnya yang sampai sekarang masih setia memberikan tubuhnya untuk dinikmati oleh Harry.

Harry mengajak Cho ke ruangannya. Dia mengunci pintu dan langsung memeluk tubuh Cho dengan tidak sabar.

“Ehmm,” Cho melenguh begitu Harry mengecup lehernya. “Nggak makan dulu?” tanyanya.

”Makan yang ini saja!” sahut Harry sambil tangannya menerobos rok mini Cho dan mampir ke selangkangan gadis itu.

“Ahhh… kok tumben semangat banget, tadi malem nggak dikasih jatah sama Ginny ya?” tanya Cho.

“Aku pengen tubuhmu!” Harry menanggalkan blazer gadis itu.

“Huh, gombal! Kenapa baru sekarang? Kemarin saja acuh banget.” Cho mengomel.

”Kan sibuk kemarin,” Harry membuka kancing blouse Cho satu persatu.

”Ah, alesan!” Cho memberengut, tapi tidak keberatan saat Harry mencopot BH-nya.

Harry tersenyum senang saat sepasang payudara Cho terhidang bebas di depan matanya. Dengan gemas dia menciumi kedua bukit kenyal itu. Putingnya yang kemerahan, dia sedot-sedot dan dicucupinya bergantian. Walaupun sudah sering merasakannya, Harry seperti tidak pernah bosan melumat buah dada bulat padat itu. Ia terus menciuminya dengan penuh nafsu.

“Ougghhhh,” Cho melenguh saat tangan Harry menerobos celana dalamnya.

“Hmm, kamu sudah basah.” Harry memasukkan jarinya ke selangkangan Cho.

“Aarrgghhhhhhh,” Lenguhan Cho langsung berubah menjadi rintihan saat Harry mengocoknya.

Sementara di atas, mulut dan bibir Harry bergerak makin aktif. Selain mencium dan melumat sepasang payudara Cho yang montok, Harry juga menggigit-gigit kecil benda bulat itu hingga akhirnya...

”Ayo, masukin sekarang!” Cho meminta.
Harry yang juga sudah tidak tahan, segera melepas seluruh pakaiannya dan menuntun Cho menuju ke meja. ”Berbaringlah di situ,” dia merebahkan tubuh mulus Cho di atasnya. Harry membuka paha gadis itu lebar-lebar dan mengarahkan penisnya tepat di bibir kemaluan Cho yang sudah basah. Dengan nafas tertahan, Harry mulai menekan.

”Sshhhhh... Aaahhhhhhhhhh...!!!” Cho merintih saat dengan perlahan namun pasti, penis Harry menerobos liang senggamanya. Saat batang itu sudah masuk seluruhnya, Dengan berpegangan pada payudara Cho yang tergolek indah di depannya, Harry mulai menggoyang. Dia menggerakkan penisnya maju-mundur, mengocoknya keluar-masuk, menjelajah liang kemaluan Cho yang hangat dan empuk hingga dia merasakan nikmat yang amat sangat.

Seperti biasa, Cho yang gampang terangsang, dengan cepat mencapai orgasmenya yang pertama. Sambil mencengkeram tepi meja kuat-kuat, tubuh gadis itu mengejang dan bergetar lirih. Cho merintih histeris saat dari dalam kemaluannya menyemprot cairan kental yang langsung membasahi ujung penis Harry yang masih terus mengocok vaginanya dengan brutal.

”Hah.. Hah..” Cho terengah-engah. Sementara di depannya, Harry terus menghujamkan penisnya keras-keras. Harry baru berhenti saat sperma kental yang hangat menyembur dari ujung penisnya.

”Uhhh, a-aku keluarrrgghhhhhhhh,” Harry menjerit keenakan. Dia memeluk Cho dan menciumi bibir gadis itu sebagai rasa terima kasih.

Perlahan penis Harry menyusut setelah kehilangan isinya. Tanpa perlu dicabut, benda itu pun terlepas dengan sendirinya dari jepitan kemaluan Cho yang masih terus berdenyut-denyut meski sudah tidak kencang lagi. Lemas karena kelelahan, mereka rebah bersisian di meja.

Begitulah persetubuhan Harry dengan Cho. Selalu cepat-cepat dengan gaya yang selalu sama, gaya standar dengan Cho berada di bawah. Hal ini karena mereka selalu diburu waktu dan takut ketahuan juga. Dalam hati, Harry mulai merasa bosan dengan hubungan yang monoton ini. Dia ingin sesuatu yang baru. Gaya baru maupun orang baru. Tapi Harry juga masih sayang untuk melepaskan Cho sebab hanya Cho lah yang selalu siap sewaktu-waktu dikala Harry butuh seseorang untuk melampiaskan gairahnya yang bisa menggelegak kapan saja. Jadi solusinya cuma satu, dia harus menambah koleksi baru lagi!

Mungkinkah sesuatu yang baru itu akan Harry dapatkan dari Fleur? Ah, entahlah. Masih banyak hal yang musti dia pertimbangkan. Pertama, tentang janjinya yang tak akan meniduri Fleur tanpa persetujuan dari wanita itu, Harry pantang untuk memperkosa seorang perempuan, apalagi itu kakak iparnya sendiri. Fleur harus menyerahkan tubuhnya dengan ikhlas, tanpa paksaan. Kedua, resiko ketahuan akan lebih besar karena mereka tinggal di keluarga besar yang selalu ramai. Ketiga, Fleur belum tentu mau, dia merasa tidak enak pada Ginny kalau sampai main gila dengan Harry.

Tapi bayangan bahwa dia akan mendapatkan sesuatu yang lain dari Fleur, membuat Harry nekad. Meski Fleur sedikit lebih tua, tapi buah dada dan pantatnya sungguh menggairahkan. Ditambah dengan foreplay yang mengasyikkan saat pijat-memijat, makin mendorong Harry untuk mendapatkan perempuan itu. Dia jadi tak sabar untuk menunggu hari Senin, saat Fleur kembali memijat dirinya.

***

Senin, tengah hari, sambil pura-pura agak tidak enak badan, Harry pulang ke rumah. Fleur menyambutnya di pintu depan.

”Ah, aku kira nggak jadi,” sapa perempuan cantik itu.

Harry girang dalam hati, ternyata Fleur juga menunggu kesempatan ini. ”Emm, lagi banyakpekerjaan di kantor.”

”Bill sudah kembali ke ladang,” Fleur berkata saat melihat Harry celingukan.

”Syukurlah kalau begitu,” Harry meringis. ”Kita langsung saja? Kerjaan kamu sudah beres kan?” tanyanya.

”Sudah semua. Tapi kita tidak bisa melakukannya sekarang.” sahut Fleur.

”Kenapa?” Harry bertanya kecewa.

”Ada Ginny di rumah.”

Harry bagai disambar petir mendengarnya, dia langsung meloncat sembunyi di samping lemari. ”Kenapa tidak bilang dari tadi?” dia memucat, takut dipergoki oleh istrinya.

”Hahahaha...” Fleur tertawa. ”Segitu takutnya.” dia mengejek.

”Ya iyalah.” Harry mengintip. ”Dimana Ginny sekarang?”

Fleur tersenyum makin lebar, ”Tenanglah, akucuma bercanda kok.”

Harry melongo, ”Hah?”

”Iya, Ginny masih dikantor. Nggak mungkin kan dia pulang jam segini.” terang Fleur.

”Huft!” Harry menghembuskan nafas lega. ”Dasar kamu.” Harry mencolek pantat Fleur yang bahenol. Yang dicolek cuma tertawa menerimanya.

”Ayo, sekarang. Aku sudah nggak sabar.” bisik Harry sambil mengajak Fleur ke kamar tidurnya.

”Nggak sabar, apa nggak tahan?” goda Fleur.

Harry tidak menjawab, tapi langsung mengunci kamarnya begitu mereka sudah di dalam. ”Kenapa tadi lama sekali buka pintunya?” tanya Harry sambil mulai mencopoti bajunya satu per satu.

”Emm, aku tadi baru selesai mandi.” jelas Fleur sambil membantu Harry mencopot celananya. Dia tersenyum saat melihat penis Harry yang sudah membengkak besar di balik celana dalamnya.

Harry tak berkedip menatap tubuh Fleur yang saat itu cuma mengenakan baju panjang tipis yang basah di beberapa bagian sehingga jelas sekali memperlihatkan bentuk tubuhnya yang aduhai, terutama bulatan buah dadanya. Sepertinya Fleur tidak memakai BH karena Harry bisa sedikit melihat puting wanita itu yang sedikit menonjol dan menerawang.

”Bisa mulai sekarang?” Harry berbaring di ranjang.

”Lepas dulu celana dalammu, ganti dengan handuk.” saran Fleur.

Harry segera bertelanjang bulat. Dia membiarkan Fleur memandangi penisnya yang sudah tegak berdiri. Harry meraih handuk yang ada di belakang pintu dan melilitkannya ke pinggang, kemudian dia berbaring lagi di tempat tidur, tengkurap.

”Ayo, aku siap.” bisiknya.

Fleur memulai dengan memencet telapak kaki Harry. Sepertinya dia ingin memijat dengan urutan yang benar. Cara memijatnya sama seperti minggu lalu, kecuali waktu mau memijat pantat, Fleur melepas handuk Harry dan membiarkannya tiduran dengan tubuh bugil. Harry bisa mencium wangi sabun mandi dari tubuh Fleur saat wanita itu memijat bahunya. Selama telungkup ini, penis Harry terus berdenyut-denyut, berganti-ganti antara tegang dan surut. Bila sampai pada daerah sensitif, penis itu langsung tegang. Kalau pas lagi ngobrol basa-basi, jadi surut. Kalau ngobrolnya berubah menjurus ke hal-hal yang intim, jadi tegang lagi. Begitu terus berulang-ulang. Harry harus sering-sering merubah posisi untuk menyesuaikan diri dengan kondisi penisnya.

”Ayo, depannya!” Fleur berkata.

Dengan tak sabar, Harry segera membalikkan tubuhnya yang telanjang. Penisnya sedang mengkerut kecil. Fleur melirik sekilas dan lagi-lagi tidak menghiraukannya.  Dengan tenang, dia mulai mengurut kaki Harry. Pakaiannya yang tipis gagal menyembunyikan tubuh sintalnya. Akibatnya, Harry bisa melihat tubuh kakak iparnya itu dengan jelas. Payudara Fleur yang bulat tampak indah menerawang, terlihat begitu besar. Membayangkannya membuat penis Harry perlahan mulai menggeliat. Apalagi ketika Fleur mulai mengurut pahanya, tanpa ampun, batang itu pun langsung berdiri tegak. Fleur mengurut dengan cara yang sama, sambil sesekali menyentuh buah pelir Harry. Bedanya, Fleur kini lebih sering memandangi kelamin adik iparnya yang telah menegak penuh, siap untuk digunakan.

”Kenapa, Fleur?” Harry bertanya iseng sambil menggerakkan penisnya naik turun.

”Ah, tidak.” Fleur terlihat sedikit gugup. ”Itu... cepet banget bangunnya.”

”Iya dong, Kan masih sip.” sahut Harry.

Fleur tersenyum. Kalau minggu lalu, sehabis paha dia terus mengurut dada, kali ini Fleur langsung menggarap penis Harry, tanpa diminta! Apakah ini tanda-tanda dia bakal bersedia untuk diajak berselingkuh? Entahlah. Tapi Harry tidak mau berharap dulu, dia takut kecewa. Cara mengurutnya masih sama seperti kemarin, pencet dan urut, tanpa ada kocokan sama sekali. Harry jadi sulit mendaki. Penisnya menegang keras tapi tidak bisa orgasme. Harry jadi geregetan, dia jadi ingin menyetubuhi kakak iparnya itu untuk melampiaskan nafsunya!

”Iya, benar-benar sip,” ujar Fleur sambil terus mengurut.

”Nggak pengen nyoba sip-nya?” Harry berkata menjurus. Wajahnya sedikit berubah.

”Tidak ah,” Fleur menggeleng. ”Ini kan milik Ginny. Aku tidak berhak menikmatinya.”

”Tidak apa-apa, aku rela memberikannya padamu.” sahut Harry. ”Lagian, Ginny juga tidak tahu,dia tidak akan marah.”

Fleur terdiam, tampak memikirkan ucapan Harry. Perlahan, dia melepas penis Harry dan beranjak untuk ganti memijat dada. Sekarang, jarak mereka semakin dekat. Harry tersenyum, artinya dia bisa mengamati tubuh Fleur lebih jelas. Diantara kancing-kancing baju di dada wanita itu, terdapat celah terbuka yang sedikit menampakkan kulit payudaranya, tampak begitu putih dan mulus. Membuat Harry jadi makin tergoda. Apakah dia mampu bertahan dan tidak melanggar janjinya?

Ahh, Harry tidak tahu. Lihat saja nanti.

Seperti minggu lalu, tangan kiri Harry juga mulai nakal. Dia manjamah pantat bulat Fleur yang padat dan menonjol dan mengusap-usapnya dengan penuh nafsu. Dan seperti minggu lalu juga, Fleur menghindar dengan halus. Bedanya, kalau minggu lalu Harry langsung menyerah, untuk sekarang, dia membandel. Tangannya terus meraih ke arah situ dan terus berusaha untuk mengusap-usapnya meski Fleur telah berkali-kali menghindarinya.

Kegigihan Harry akhirnya membuahkan hasil. Lama-lama Fleur jadi bosan juga menghindar. Dengan nafas berat dia membiarkan Harry menjamah bulatan pantatnya, bahkan ketika tangan Harry tak hanya mengusap, tapi mulai meremas-remas pantat itu, Fleur tak bereaksi. Dia terus mengurut meski tangan Harry kini menerobos gaun panjangnya dan mengelus-elus kedua pahanya dengan lembut.

Tapi itu tak berlangsung lama karena Fleur segera mengubah posisinya dan meraih tangan nakal Harry. ”Waktunya urut tangan.” kata wanita itu sambil  menarik nafas panjang. Entah apa arti tarikan nafas itu, karena memang sesak atau mulai terangsang? Harry jadi penasaran.

”Ahh,” tidak ingin terlalu kecewa, Harry membiarkan tangannya diurut. Ini berarti kesempatannya untuk menjamah buah dada Fleur. Harry segera membuka telapak tangannya dan menangkup payudara Fleur yang tepat menggantung di atasnya. Tak ada reaksi. Fleur masih terus mengurut. Harry jadi makin nekat. Tangan kanannya yang sedari tadi nganggur, kini terlulur dan ikut menjamah dada sintal itu.

”Harry?” desis Fleur pelan sambil berusaha menyingkirkan tangan adik iparnya.

Tapi Harry tetap bertahan, dia tidak mau menyingkirkan tangannya. Bahkan sekarang Harry mulai meremas dan memijit benda bulat padat itu. Nafas Fleur jadi terdengar sedikit memburu. Entah karena capek memijat atau mulai terangsang akibat remasan tangan Harry pada buah dadanya, Harry tidak tahu. Yang penting sekarang, Fleur tidak berusaha menyingkirkan tangan Harry lagi. Dia membiarkan Harry menikmati keempukan payudaranya!

Akibatnya, Harry jadi makin nakal. Dia melepas kancing baju Fleur yang paling atas dan menyusupkan jarinya. Uh, terasa hangat dan padat. Benar-benar payudara yang sangat menggairahkan.

Fleur masih tetap tidak bereaksi, membuat Harry jadi makin berani. Dia melepas satu lagi kancing baju Fleur hingga telapak tangannya berhasil menyusup lebih jauh lagi. Ah, terasa puting payudara Fleur sudah sedikit mengeras. Saat Harry ingin memilinnya, Fleur menarik telapak tangan itu.

”Kamu kok nakal sih?” bisiknya, dan... tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya ke dada Harry.

Harry yang sudah menunggu-nunggu dari tadi, tentu saja sangat paham dengan sinyal ini. Fleur telah kalah. Dia rela menyerahkan tubuhnya pada Harry. Tanpa takut melanggar janjinya, Harry segera memeluk tubuh Fleur erat-erat. Bangkit dari tempat tidur, Harry membuka sisa kancing pada baju Fleur hingga payudara wanita cantik itu tampak seluruhnya. Benda itu terlihat begitu besar dan bulat, gerakannya yang naik turun sesuai irama nafasnya, makin membuat Harry jadi bergairah. Dengan penuh nafsu, ia pun segera mencium dan melumatnya. Bukan main rasanya, begitu empuk, halus, dan lembut. Harry jadi ketagihan.


”Haapmmhh,” putingnya yang mungil kemerahan, langsung ia sergap dengan mulutnya dan dilumatnya dengan rakus.

”Aahhhhh... Harry,” Fleur merintih kegelian, tapi tidak menolak. Dia bahkan menarik kepala Harry agar melumat yang satunya juga.

Sambil terus menyusu, Harry menarik turun celana dalam Fleur dan membaringkan tubuh montok kakak iparnya itu di ranjang. Dada besarnya yang berguncang indah saat Fleur telentang, kembali disergap oleh Harry dan dikulum dengan penuh nafsu.

”Auw, aahhhhhhh... aahhhhhh...” Fleur sudah tak malu-malu lagi merintih saat menerima cumbuan Harry. Wanita itu tampak sangat menikmatinya.

Tangan Harry mengusap-usap paha Fleur yang licin. Dia meremas-remas bongkahan pantat wanita itu dan terus merayap hingga berhenti di selangkangan Fleur yang mulus tanpa bulu.

”Jangan, Harry!” desis Fleur terengah sambil mencegah Harry membuka kakinya.

Tapi Harry tetap memaksa. Dia ingin melihat kemaluan Fleur lebih jelas. Harry tak ingin mencicipi benda itu tanpa melihat bentuknya terlebih dahulu. Itu sudah menjadi ritual khusus bagi Harry.

”Tidak apa-apa, Fleur. Sebentar saja.” bisik Harry.

Saat mengusapnya tadi, dia merasakan ada cairan bening lengket yang membasahi selangkangan gadis itu, menunjukkan kalau Fleur juga sudah terangsang. Harry melanjutkan aksinya hingga kaki Fleur mengangkang lebar, dan... Wow! Terlihatlah alat kelaminnya yang sangat indah. Fleur mempunyai lubang yang sangat sempit, dengan bibir kemaluan yang tipis bertumpuk berwarna putih kemerahan. Bulu-bulu di sekitarnya tampak halus terawat.

Sama-sama telanjang dan sama-sama terangsang, membuat mereka jadi tidak tahan. Tanpa membuang waktu lagi, Harry membuka kaki Fleur lebih lebar. Sementara Fleur, memekik kegelian saat Harry mengusap-usap dan menciumi vaginanya sesaat sebelum memasukkan penisnya yang besar yang sudah menegang dahsyat.

Bertopang pada kedua lututnya, Harry menempatkan dirinya diantara kedua paha Fleur. Dia mengarahkan kepala penisnya tepat ke lubang kemaluan Fleur yang telah menganga lebar. Lubang itu tampak sudah begitu basah. Sambil merebahkan diri, Harry menekan penisnya.

”Auw!  Pelan-pelan, Harry. Sakit!” rintih Fleur saat penis Harry menerobos selangkangannya dengan kasar.

”Aku sudah pelan-pelan,” dengus Harry sambil terus mendorong. Penisnya sudah masuk separoh. ”Ugghhhh,” Harry memainkan kepala penisnya maju mundur, terasa begitu lembut dan empuk disana.

”Iya, begitu dulu. Pelan-pelan saja.” Fleur mendesis.

”Vaginamu sangat sempit.” bisik Harry sambil tangannya meraih payudara Fleur yang membusung dan meremas-remasnya dengan lembut.

”Tidak, burungmu yang terlalu besar.” sahut Fleur dengan mata setengah terpejam. Dia tidak menolak saat Harry mengecup bibirnya dan mengajaknya berciuman.

”Hmmphh... ” mereka saling melumat dan bertukar ludah.

”Aku masukin lagi ya?” tanya Harry.

Fleur mengangguk, ”Pelan-pelan ya,” sahutnya.

Kali ini Harry memegangi penisnya agar masuknya bisa agak pelan. Dia menggeser-geserkan ujung penisnya yang gandul ke mulut vagina Fleur yang tampak sudah semakin basah. Setelah mengkilap, barulah Harry menusuk dan mendorongnya sedikit.

”Aarrghhhhsss...!” Fleur merintih, tapi tidak menolak. Dia membiarkan Harry terus merobek vaginanya.

”Sakit?” tanya Harry saat penisnya sudah tenggelam separoh.

Fleur menggeleng. ”Terusin aja, nggak apa-apa.”

Ok, karena dia yang minta, Harry pun menekan lagi. ”Ahhhhhh...!” bukan main sempitnya vagina wanita cantik ini. Penis Harry rasanya seperti diplirit dan dijepit erat.

Fleur membantu dengan membasahi penis Harry menggunakan ludah. ”Ayo, tekan lagi!” dia menyuruh.

Harry mendorong lagi. ”Ugghhhhh...!” masih mentok. Kalau dengan Ginny ataupun Cho, tekanan segini sudah cukup untuk menenggelamkan penisnya.  Ini dengan Fleur yang sudah melahirkan, dia malah ditolak terus. Gimana waktu Fleur masih perawan? Harry jadi tidak bisa membayangkannya.

Tapi dia tidak patah semangat. Mumpung ada kesempatan, Harry akan berjuang sekuat tenaga. Dia terus menekan, menggoyang, sedikit mendorong, lalu tekan lagi, goyang lagi, dan dibantu juga oleh goyangan Fleur, akhirnya sedikit demi sedikit seluruh batang kemaluannya tenggelam di vagina yang sempit itu.

”Augghhhhh,” Harry mengaduh saat merasakan penisnya yang tergencet dan terjepit kuat. Dia menariknya kembali secara perlahan. Lalu mendorongnya lagi, pelan. Gesekan antara dinding vagina Fleur dengan kulit penisnya membuat Harry bergidik, benar-benar terasa begitu nikmat.

Harry terus mengocok. Dia menggerakkan pinggulnya maju mundur. Penisnya yang besar terus keluar masuk di dalam vagina Fleur, mulai dari tersendat-sendat hingga menjadi sangat lancar. Meski Harry menggoyang dengan gerakan tetap, tapi kenikmatan yang ia dapatkan malah semakin meningkat. Dan tidak hanya Harry, Fleur sepertinya juga merasakan hal yang sama. Wanita cantik itu sudah menggelinjang dan merintih-rintih tak karuan. Fleur meraih payudaranya sendiri dan meremas-remasnya dengan liar.

Harry yang terus asyik memompa, merintih-rintih merasakan kenikmatan yang melanda penisnya. Jepitan dinding kemaluan Fleur benar-benar membuatnya  melayang. Penis Harry bagai diremas-remas lembut. Saat dia menggenjot lebih cepat, tiba-tiba Fleur menggerak-gerakkan tubuhnya lebih liar, kepalanya berguncang ke kanan dan ke kiri, dan kuku jarinya mencengkeram punggung Harry kuat-kuat.

”AARRGGHHHHHHHHHH,” Fleur menjerit, benar-benar menjerit!

Dan... dua detik kemudian, gerakannya berhenti total, sementara cengkeramannya terasa semakin kuat. Harry merasakan vagina Fleur berdenyut kencang, dan sebelum Harry sempat menikmatinya, Fleur sudah keburu menyemburkan cairan orgasmenya.

”Ahhhhh... Ahhhhhh... Ahhhhhh...!” Fleur merebahkan kepalanya di bantal dan terkulai lemas. Terengah-engah dia menikmati sisa-sisa orgasmenya yang masih melanda. ”Harry, ooohhhh...” Fleur merintih.

”Ya, kenapa?” Harry terus menggerakkan penisnya, dia enggan untuk berhenti.

”Enak sekali,” bisik Fleur malu-malu.

Harry tidak menjawab, dia sedang konsentrasi meraih orgasmenya. Tapi dia jadi tidak fokus ketika sesaat kemudian Fleur tiba-tiba menangis.

”Kenapa, Fleur?” Harry bertanya bingung.

Fleur terdiam, hanya air matanya saja yang terus mengalir, bahkan kini tangisnya menjadi semakin keras. Harry jadi tak sampai hati untuk meneruskan goyangannya. Dia pun berhenti.

”Aku berdosa pada Ginny?” bisik Fleur sambil sesenggukan.

”Tidak apa-apa. Fleur, kan aku yang minta duluan?” Harry berusaha menenangkan.

”Iya, kalau saja kamu tidak merayuku. Jadinya tidak akan seperti ini.”

”Tapi aku suka kok jadi seperti ini,” Harry nyengir.

Fleur melotot, ”Bagaimana kalau aku sampai ketagihan?” tanyanya.

”Penisku enak ya?” Harry balik bertanya.

Fleur langsung bersemu merah.

”Jangan khawatir. Aku selalu siap kapanpun kamu mau. Langsung bilang saja,” sahut Harry.

”Ya itu masalahnya.”

”Kok bisa?”

”Kalo sering-sering, nanti jadi ketahuan.”

”Ya kita hati-hati” Harry kembali menggoyang, kan tadi dia belum sampai.

”Ehhmmm,” Fleur kembali bereaksi.

Harry makin mempercepat goyangannya. Tusuk tarik. Tekan cabut. Sambil sesekali bergerak memutar, dan diselingi dengan mencium atau meremas payudara Fleur yang bergoyang-goyang indah. Fleur juga ikut bergoyang, mengimbanginya. Makin cepat genjotan, makin keras pula Fleur menjerit. Harry merasakan dia sudah hampir meledak sampai di puncak.

”Agghhhhhh... Fleur?” dia menggeram

”Ya, Harry?” Fleur mendesis.

”A-aku... mau k-keluar!”

”Keluarin saja, Harry. Jangan ditahan.”

”Di dalam?”

Fleur mengangguk, ”Iya, nggak usah dicabut.”

Harry pun mempercepat genjotannya. Gesekan dinding vagina Fleur yang sangat empuk membuatnya cepat mencapai puncak. Harry membenamkan penisnya dalam-dalam dan menyemprotkan maninya kuat-kuat di dalam kemaluan wanita cantik itu. Dia memuntahkannya sampai habis tak tersisa, hingga tubuhnya lunglai dan lemas. Terlihat sangat lelah namun puas.

Hingga beberapa menit, mereka membisu. Cuma deru nafas mereka saja yang terdengar, semakin lama semakin pelan dan akhirnya menjadi tenang. Harry tersenyum karena baru saja mengalami kenikmatan seks yang sangat luar biasa.

”Fleur?” Harry berbisik.

”Ya, Harry?”

”Terima kasih, ya. Benar-benar nikmat rasanya.”

”Sama-sama, Harry. Aku juga merasa nikmat.”

”Ah, benarkah?”

Fleur mengangguk. ”Ginny beruntung mendapatkanmu,”

”Bill juga beruntung mempunyai istri seperti kamu.”

Fleur tersenyum, ”Sekarang aku mempunyai dua pejantan yang bisa memuaskanku kapan saja.”

”Dibanding Bill, aku bagaimana?”

”Tidak bisa dibandingkan, Harry. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.”

”Kamu lebih suka main sama siapa, aku atau Bill?”

”Sudah ah, jangan bertanya lagi. Sudah sore, sebentar lagi Bill pulang.” Fleur memunguti pakaiannya yang teronggok di lantai, tapi dia tidak mengenakannya. Dengan tubuh tetap telanjang, Fleur berjalan menuju kamar mandi. Harry berdecak kagum menatap goyangan pantat wanita itu yang naik turun menggiurkan.